Sabtu, 05 Februari 2011

Habiskan Jatah Gagalmu!

Apa yang akan Anda lakukan seandainya Anda diberikan jatah makanan sebanyak lima piring nasi? Kira-kira, jumlah itu sudah cukup untuk Anda, terlalu banyak ataukah kurang?

Andai terlalu banyak, apakah Anda memang harus menghabiskan semuanya? Bila kurang, apakah Anda tidak bertanya kepada diri sendiri, jangan-jangan memang diri Anda terlalu rakus?

Anda mungkin akan berpikir lagi, bisa jadi jatah itu sudah cukup bagi Anda. Jatah itu sudah sesuai. Kalau Anda memakan lebih daripada jatah itu, ada kemungkinan Anda akan mengalami masalah, misalnya: perut kembung, lemas dan menjadi cepat mengantuk. Tentu hal itu akan mengganggu. Jika Anda memakan kurang dari jumlah itu, maka Anda mungkin akan merasa kelaparan dan tidak akan cukup energi yang dibutuhkan gerak dan kerja Anda. Jatah itu sudah diperhitungkan. Nah, seperti itulah prinsip dari jatah Anda dan masing-masing orang.

Sekarang, bagaimana kalau kita berbicara mengenai kegagalan? Sepertinya kata ini sudah menjadi momok bagi banyak orang. Kegagalan dianggap sebagai sesuatu yang mengerikan, menakutkan, menyeramkan, bahkan menjijikkan. Sebegitu buruknya kata tersebut hingga kita berharap tidak bertemu dengannya. Kita ingin hidup kita selalu berhasil dan tanpa kegagalan. Persepsi ini sungguh sangat salah dan menyalahi kodrat kita sebagai manusia. Kalau ada yang selalu berhasil dan tidak pernah gagal, maka itu adalah Tuhan Yang Mahakuasa. Manusia adalah makhluk yang lemah dan tidak berdaya tanpa kuasa dari Tuhan. Jadi, manusia pasti akan menemui kegagalan, bagaimanapun bentuk, waktu dan keadaannya.

Dalam masyarakat kita, seseorang yang gagal seringkali dianggap sebelah mata. Seolah-olah dia adalah manusia hina. Oleh karena itu, kita mungkin sering mengolok-ngoloknya. Mungkin pula kita berbuat seperti itu karena kita "sayang" kepadanya. Kita kasihan kepada orang yang gagal dalam bisnis sehingga uangnya habis. Kita kasihan kepada orang yang mengalami kegagalan dalam rumah tangganya.

Ah, benarkah kita kasihan terhadap mereka? Lalu kita mengatakan untuk menyudahi usahanya, daripada gagal lagi. Apakah itu termasuk nasihat? Jangan-jangan, yang kita keluarkan itu bukan kalimat nasihat, melainkan justru racun! Ya, racun yang membuat mereka terus berpikir tentang kegagalannya. Meratapi nasib. Menyalahkan orang lain. Bahkan menyalahkan Tuhan. Membuat mereka berpikir ulang untuk bangkit lagi karena siapa tahu kegagalan yang lebih besar memang benar akan ditemui. Akhirnya, daripada bertemu dengan kegagalan, lebih baik tidak melakukan apa-apa. Tidak ada risiko. Semuanya aman-aman saja.

Padahal, jika dihubungkan dengan jatah seperti yang dibahas di awal tadi, kita ini sebagai manusia sebenarnya sudah diberikan jatah kegagalan oleh Tuhan. Ada yang banyak, ada pula yang sedikit. Tuhan Maha Adil. Jatah kegagalan diberikan sesuai dengan kemampuan masing-masing orang. Tidak ada kedholiman dalam hal itu.

Jadi, bila kita suatu saat menemui kegagalan, lebih baik kita berpikir positif saja. Ini kegagalanku yang keberapa? Jika kita merasa masih sedikit mengalami kegagalan dan sadar akan jatah kegagalan kita, maka kita akan terus mencari kegagalan kita. Kita tidak perlu risau dalam hal ini. Lebih positif dan dahsyatnya lagi, kita malah akan penasaran, berapakah kita diberikan jatah kegagalan itu? Wah, luar biasa dahsyat! Kita akan terus bangkit, tanpa terlalu dipedulikan dengan omongan orang lain tentang kegagalan kita. Kita sudah ada jatah gagalnya. Kalau makin banyak jatahnya, maka sebenarnya kita ini adalah manusia yang luar biasa berkualitas, hebat dan dahsyat. Bukankah orang hebat dan dahsyat itu sanggup melalui masalah-masalahnya? Sanggup pula melewati kegagalan-kegagalannya?

Sampai di sini, marilah kita terus bangkit, berjalan dan selalu bersemangat dalam menjalani setiap napas kehidupan. Kita harus siap untuk mencari kegagalan-kegagalan kita dan siap pula untuk menghadapinya. Habiskanlah jatah kegagalan kita dan nikmatilah hidup ini!

Rizky Kurnia Rahman
http://www.andriewongso.com/artikel/artikel_anda/3814/Habiskan_Jatah_Gagalmu/

Jumat, 04 Februari 2011

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN PENDEKATAN PAKEM UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII1 SMP NEGERI 12 PEKANBARU


BAB II
LANDASAN TEORETIS

A.    Hasil Belajar Matematika
Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan dan sikap (Baharuddin, 2008), serta mengubah tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya (Usman, 2008). Hakim (2002) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya fikir dan lain-lain. Perubahan yang dikehendaki dalam penelitian ini adalah terjadinya peningkatan hasil belajar matematika siswa.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dialami oleh siswa itu sendiri yang ditandai dengan adanya perubahan pada pengetahuan, pemahaman, sikap dan kemampuannya dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Dimyati (2002) mengatakan bahwa hasil belajar merupakan nilai belajar siswa melalui kegiatan dan pengukuran. Benjamin S. Bloom dalam Sudjana (2004) mengklasifikaskan hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Ranah afektif berkenaan dengan sikap. Ranah psikomotorik  berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Menurut Sudjana (2004) hasil belajar adalah kemampauan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Menurut Djamarah dan Zain (2006) hasil belajar adalah apa yang diperoleh siswa setelah dilakukan aktivitas belajar.
Adapun hasil belajar matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dimiliki siswa kelas VII1 SMP Negeri 12 Pekanbaru dalam bentuk angka-angka atau nilai dari hasil tes setelah melalui proses pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan PAKEM semester genap tahun pelajaran 2009/2010.

B.     Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Slavin (2009) pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Ibrahim, Nur (2000) mengemukakan bahwa ada 4 ciri pembelajaran kooperatif, yaitu; (1) siswa bekerja dalam kelompok, (2) tiap kelompok dibentuk dari siswa dengan kemampuan tinggi, sedang dan rendah, (3) bila mungkin tiap kelompok terdiri dari ras, budaya dan jenis kelamin berbeda, (4) penghargaan lebih berorientasi pada kerja kelompok daripada individu.
Ibrahim, Nur (2000) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 fase. Dimulai dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan diakhiri dengan memberikan penghargaan. Berikut ditampilkan dalam tabel langkah-langkah dalam model kooperatif.



Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase
Kegiatan guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar
Fase-2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau bahan bacaan
Fase-3
Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok-kelompok belajar dan membentu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerkan tugas mereka
Fase-5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase-6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
Ibrahim, Nur (2000)
Slavin (2009) berpendapat dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin dan latar belakang etniknya. Menentukan anggota dalam kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif sama. Apabila di dalam kelas terdiri atas ras dan latar belakang yang sama, maka pembentukan kelompok berdasarkan akademik dengan cara.
a)         Siswa dalam kelas dirangking menurut prestasi akademik dalam mata pelajaran matematika.
b)         Menentukan tiga kelompok dalam kelas yaitu kelompok atas,kelompok menengah dan kelompok bawah. Kelompok atas 25% dari seluruh siswa yang diambil dari siswa rangking satu, kelompok tengah 50% dari seluruh siswa yang diambil dari urutan setelah diambil kelompok atas. Dan kelompok bawah sebanyak 25% dari seluruh siswa yaitu terdiri atas siswa setelah diambil kelompok atas dan kelompok menengah.
c)         Peneliti akan membagi siswa menjadi 8 kelompok kooperatif. Enam kelompok kooperatif terdiri dari 5 siswa sedangkan dua kelompok lainya terdiri dari 4 siswa. Dalam membagi siswa ke dalam tim, seimbangkan timnya supaya tiap tim terdiri atas level yang kinerjanya berkisar dari yang rendah, dan tinggi serta level kinerja yang sedang dari semua tim yang ada di kelas hendaknya setara. Siswa dikelompokkan dengan sistem arisan. Pada kertas undi akan ditulis huruf A, B, C, D, E, F, G, H. Langkah pertama, kertas undi dibuat sebanyak 16 lembar dan diletakan didua wadah dengan masing-masing wadah tidak ada kertas undi yang sama. Semua Siswa kelompok bawah mengambil undian dan diteruskan dengan seluruh siswa kelompok atas pada wadah yang lainnya. Untuk pembagian siswa kelompok menengah dilakukan dengan cara yang sama tetapi dengan 22 kertas undi.
 Dalam prakteknya di kelas, guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri, dimana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu. Skor kuis para siswa dibandingkan dengan rata-rata pencapaian mereka sebelumnya, dan kepada masing-masing tim akan diberikan poin berdasarkan tingkat kemajuan yang diraih siswa dibandingkan hasil yang mereka capai sebelumnya. Poin ini kemudian dijumlahkan untuk memperoleh skor tim, dan tim yang berhasil memenuhi kriteria tertentu akan mendapatkan sertifikat atau penghargaan.
Tiap siswa harus tahu materinya. Tanggungjawab individual seperti ini memotivasi siswa untuk memberi penjelasan dengan baik satu sama lain, karena satu-satunya cara bagi tim untuk berhasil adalah dengan membuat anggota tim menguasai informasi atau kemampuan yang diajarkan. Karena skor tim didasarkan pada kemajuan yang dibuat anggotanya dibandingkan hasil yang dicapai sebelumnya, semua siswa mempunyai kesempatan untuk menjadi “bintang” tim dalam minggu tersebut, baik dengan memperoleh skor yang lebih tinggi dari rekor mereka sebelumnya maupun dengan membuat jawaban kuis yang sempurna, yang selalu akan memberikan skor maksimum tanpa menghiraukan rata-rata skor terakhir siswa.
STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu: presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim. Presentasi kelas, materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi dalam kelas. Tim, tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin dan etnik. Kuis, setelah satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan siswa melakukan praktik tim, maka para siswa akan mengerjakan kuis individual. Skor kemajuan individu, tiap siswa diberikan skor “awal”, yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya. Rekognisi tim, tim akan mendapatkan penguatan melalui penghargaan atau sertifikat.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD didalam proses pembelajaran melalui beberapa tahap yaitu; Persiapan, penyajian kelas, kegiatan kelompok, evaluasi, penghargaan kelompok dan menghitung ulang skor dasar perubahan kelompok. Pembelajaran kooperatif tipe STAD yang akan dilakukan adalah:
1.      Tahap Persiapan
Pada tahap ini disiapkan materi yang akan disajikan dalam pembelajaran, menentukan skor dasar individu, membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), membuat soal kuis, dan membagi siswa dalam kelompok kooperatif. Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah skor ulangan sebelumnya. Skor awal dapat berubah setelah ada kuis, misalnya setelah diadakan tes, maka hasil tes masing-masing individu dapat dijadikan skor awal.
2.      Penyajian kelas
Pembelajaran kooperatif tipe STAD dimulai dengan kegiatan awal, kegiata inti dan kegiatan penutup.
a)      Kegiatan Awal
1)      Menyampaikan pada siswa apa yang akan mereka pelajari dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
2)      Menumbuhkan rasa ingin tahu siswa dengan membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
b)      Kegiatan Inti
1)      Menyajikan informasi kepada siswa dengan mendemontrasikan secara aktif konsep-konsep dengan menggunakan alat bantu visual dan contoh yang banyak.
2)      Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok belajar
3)      Memberikan tugas kepada masing-masing kelompok dengan menggunakan LKS. Siswa mempelajari materi pelajaran melalui diskusi antar sesama anggota kelompok.
4)      Memberikan bimbingan kepada kelompok yang mengalami hambatan
5)      Meminta  perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok.
c)      Kegitan Penutup
1)      Membimbing siswa menyimpulkan palajaran
2)      Memberikan penghargaan untuk tim yang baik, hebat dan super.
3)      Memberikan tugas dan menutup pelajaran.
3.      Kegiatan Kelompok
Dalam kegiatan kelompok guru bertindak sebagai fasilitator yang memonitor kegiatan setiap kelompok. Untuk kerja kelompok, guru memberikan LKS pada setiap kelompok sebagai bahan yang harus diselesaikan siswa. Guru perlu menginformasikan bahwa LKS berfungsi untuk dipelajari bukan sekedar untuk diisi dan diserahkan ke guru. Disamping untuk mempelajari konsep-konsep materi pelajaran, LKS juga berfungsi sebagai sarana untuk melatih siswa yang belum paham dijelaskan oleh teman dalam satu kelompok.
4.      Evaluasi
Evaluasi berupa ulangan harian yang harus dikerjakan siswa  secara individu dalam waktu yang telah ditentukan oleh guru. Skor yang diperoleh siswa  dalam evaluasi selanjutnya diproses untuk menentukan nilai perkembangan individu yang akan disumbangkan sebagai skor kelompok
5.      Penghargaan kelompok
Untuk menentukan penghargaan kelompok dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a).    Menghitung skor individu dan skor kelompok
Penghitungan skor tes individu ditujukan untuk menentukan nilai perkembangan individu yang akan disumbangkan sebagai skor kelompok. Nilai perkembangan individu dihitung berdasarkan selisih perolehan skor awal dan tes. Dengan cara ini setiap anggota memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya. Kriteria sumbangan skor terhadap kelompok menurut slavin(2009) dapat dilihat dalam table 2 dibawah ini.
Tabel  2. Nilai Perkembangan Individu
Skor Tes

Nilai Perkembangan
Lebih 10 poin dibawah skor dasar
5
10 poin hingga 1 poin dibawah skor dasar
10
Sama dengan skor dasar sampai 10 poin diatas skor dasar
20
Lebih dari 10 poin diatas skor dasar
30
Nilai sempurna(Tidak berdasarkan skor dasar)
30
(Slavin, 2009)
b).    Memberi penghargaan.
Skor kelompok dihitung berdasarkan rata-rata nilai perkembangan yang disumbangkan anggota kelompok. Berdasarkan rata-rata nilai perkembangan yang diperoleh terdapat 3 tingkat kriteria penghargaan yang diberikan. Slavin (2009) menyatakan guru boleh memberikan penghargaan kelompok sebagai berikut,
1)      Kelompok dengan rata-rata skor tim 15, sebagai kelompok baik
2)      Kelompok dengan rata-rata skor tim 20 , sebagai kelompok hebat
3)      Kelompok dengan rata-rata skor tim 30, sebagai kelompok super.
Selanjutnya Slavin (2009) menyatakan guru boleh mengubah kriteria penilaian, karena nilai yang diperoleh siswa berupa interval sehingga guru menerapkan kriteria berikut,
Selisih nilai perkembangan = 30 – 5 = 25
Kelompok bawah = 25 % x 25 = 6,25
Nilai perkembangan kelompok baik menjadi 5 ≤  ×  <  5 + 6,25 = 11,25
Kelompok tengah = 50% x 25 = 12,5
Nilai perkembangan kelompok hebat adalah 11,25 ≤ × < 11,25 + 12,5 = 23,75
Kelompok atas = 25% x 25 = 6,25
Nilai perkembangan kelompok super adalah 23,75≤ × < 23,75 + 6,25 = 30
Jadi kriteria penghargaan kelompok dalam penelitian ini adalah :
1)    Kelompok dengan rata-rata skor : 5 ≤  x < 11,25 sebagai kelompok baik
2)   Kelompok dengan rata-rata skor: 11,25≤ x < 23,75 sebagai kelompok hebat
3)   Kelompok dengan rata-rata skor : 23,75 ≤  x ≤ 30, sebagai kelompok super
Setelah masing-masing kelompok memperoleh predikat, guru memberikan penghargaan kepada masing kelompok sesuai dengan predikatnya.
6.      Perhitungan ulang skor dasar dan perubahan kelompok.
Setelah satu periode penilaian, yaitu setiap selesai satu kali ulangan blok, dilakukan perubahan kelompok dan perhitungan ulang skor dasar baru individu untuk setiap siswa. Skor dasar baru ini diambil dari nilai ulangan blok tersebut. Perubahan kelompok ini memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerjasama dengan teman lain dan memelihara kelompok kooperatif tipe STAD agar lebih menyenangkan.

C.    Pendekatan PAKEM
PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, dan Menyenangkan. Aktif yang dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Ada empat komponen belajar aktif menurut Sukandi dalam Sagala (2009) yang bisa diamati yaitu ; (1) siswa mengalami proses belajar dengan banyak keterlibatan indra, (2) siswa berinteraksi dengan siswa dan guru, (3) berkomunikasi atau mengungkapkan gagasan, dan (4 ) melakukan refleksi.
Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Gibbs (1972) dalam Hartono menyatakan bahwa kreativitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan, komunikasi yang bebas, pengarahan diri dan pengawasan yang tidak kaku. Tindakan yang dilakukan guru agar pembelajaran kreatif terjadi dapat ditunjukkan dalam (1) membuat soal, (2) menyusun pertanyaan yang memiliki variasi jawaban, dan (3) memberikan penyelesaian soal-soal dengan berbagai cara.
Menyenangkan adalah suasana belajar mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan guru dalam mewujudkan proses belajar yang menyenangkan (1) tidak kikir untuk memuji siswa, (2) tidak mempermalukan siswa jika mereka melakukan kesalahan, (3) menanamkan “ rasa tidak takut salah “ pada siswa, dan (4) terus menanamkan keyakinan pada siswa bahwa “saya bisa” sehingga dapat menumbuhkan rasa percara diri pada siswa.   Lima hal  ini dapat dijadikan sebagai indikator apakah proses pembelajaran yang dilakukan adalah menyenangkan bagi siswa (1) siswa tidak takut, tertekan, atau canggung, (2) siswa bebas dan berani dalam berpendapat, (3) tidak melakukan aktifitas selain belajar seperti mengantuk, melamun, berbicara, keluar kelas dalam waktu yang lama, (4) siswa banyak ide, tidak menjemukan atau bosan dalam belajar.
Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Menurut Sudjana (2000) dalam Hartono menyatakan bahwa syarat kelas yang efektif adalah adanya keterlibatan, tanggungjawab, dan umpan balik dari siswa. Keterlibatan siswa merupakan merupakan syarat pertama dan utama dalam kegiatan pembelajaran. Peserta didik perlu menyadari tentang tanggungjawab mereka dalam proses pembelajaran, karena merekalah yang melakukan aktivitas belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan umpan balik dari siswa akan berguna bagi pendidik untuk mengetahui tingkat perubahan yang dialami siswa. Dalam prakteknya pembelajaran yang efektif dapat diamati dengan (1) ketepatan penggunaan alokasi waktu, (2) pertanyaan yang sedehana dapat informasi lengkap, (3) siswa cepat dalam menguasai konsep, (4) metode belajar tepat dan sesuai dengan kompetensi dasar, standar kompetensi, indikator dan (5) irit biaya.

D.    Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Pendekatan PAKEM
Pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan PAKEM dilaksanakan dengan cara mengintegrasi komponen – komponen PAKEM ke dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan demikian langkah – langkahnya adalah sebagai berikut:
Langkah I: Persiapan
Pada tahap ini disiapkan meteri yang akan disajikan dalam pembelajaran, media yang dibutuhkan dalam pembelajaran dengan kehidupan nyata. Perangkat pembelajaran yang dibutuhkan adalah Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), kisi – kisi soal ulangan harian, alternatif jawaban soal ulangan harian dan lembar pengamatan untuk tiap pertemuan serta menyediakan alat peraga yang akan digunakan dalam proses pembelajaran .
Guru juga menentukan skor dasar siswa dan membagi siswa dalam kelompok kooperatif. Kelompok belajar yang dibentuk sesuai dengan seting pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu dengan cara merangking siswa berdasarkan prestasi akademiknya di kelas. Kelompok dibentuk heterogen secara akademis.
Langkah II: Penyajian Kelas

a.        Kegiatan Awal (Pendahuluan)
1)      Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menjelaskan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan PAKEM
2)      Guru memotivasi siswa dengan menyampaikan bahwa manfaat nyata mempelajari materi belajar dalam kehidupan sehari-hari(Menyenangkan siswa dalam belajar)
3)      Guru meminta siswa untuk menyebutkan benda-benda yang sering dilihat disekitar lingkungan siswa(Siswa melakukan dan mengungkapkan = aktif)
b.        Kegiatan Inti
1)      Guru memperagakan alat/media belajar sesuai dengan materi yang dipelajari (menggunakan alat peraga dapat membuat siswa focus = belajar efektif)
2)      Guru mengorganisasi siswa dalam kelompok kooperatifnya masing – masing dan duduk berdasarkan tempat duduk kelompok yang telah dipersiapkan/diatur oleh guru.
3)      Guru menyerahkan alat peraga/media untuk memudahkan siswa memahami materi yang akan dipelajari(Guru kreatif dengan menggunakan media belajar dan mengondisikan siswa untuk aktif berdiskusi, berpendapat, serta melatih keterampilan memecahkan masalah)
4)      Guru menyerahkan LKS dan meminta siswa untuk berdiskusi menyelesaikan LKS yang telah diberikan(Pembelajaran siswa aktif)
5)      Selama siswa bekerja dalam kelompok, guru memonitoring siswa dan menjelaskan bahwa tiap individu mesti mengetahui/menguasai materi yang dipelajari dan setiap angota kelompok bertanggungjawab untuk memberikan penjelasan jika ada anggota kelompoknya yang belum memahami materi tersebut.
6)      Guru menginstruksikan pada masing-masing kelompok untuk mengerjakan LKS dengan tepat waktu dan tujuan pembelajaran harus terapai (Pembelajaran Efekti)
7)      Guru meminta siswa dari perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan memberikan penguatan setelah kelompok tampil (tidak canggung menyampaikan gagasan didepan umum)
8)      Guru mengevaluasi hasil kerja kelompok siswa setelah mengerjakan LKS dan memberikan soal-soal evaluasi tentang materi yang telah dipelajari.
9)      Guru memberikan penghargaan kepada kelompok-kelompok siswa sesuai dengan penilaian hasil belajar kelompoknya.
c.         Kegiatan Akhir
1)      Siswa diminta untuk kembali ketempat duduk masing-masing
2)      Guru meminta siswa untuk berlatih dirumah dengan menyelesaikan soal-soal yang ada pada buku paket.
Langkah III: Evaluasi
Setelah tiga kali proses pembelajaran, dilakukan evaluasi dalam bentuk ulangan harian I, kemudian setelah tiga kali proses pembelajaran berikutnya dilakukan ulangan harian II. Skor yang diperoleh masing – masing siswa dalam ulangan harian I akan diproses untuk menentukan kelompok selanjutnya.
Langkah IV: Penghargaan kelompok
Guru memberikan penghargaan kelompok berdasarkan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Setelah tiga kali pertemuan diadakan ulangan harian I merupakan kelompok kooperatif I dan dilakukan perubahan kelompok. Skor ulangan harian I selanjutnya dijadikan skor dasar siswa pada putaran kedua dan sekaligus sebagai dasar untuk pembentukan kelompok kooperatif II. Rata – rata nilai perkembangan individu disumbangkan kepada kelompok. Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan skor yang diperoleh oleh setiap kelompok.

E.     Hubungan Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Pendekatan PAKEM dan Hasil Belajar Matematika

Peningkatan hasil belajar matematika akan tercapai bila ada usaha yang dilakukan oleh guru dan siswa. Hasil belajar sangat dipengaruhi kualitas pembelajaran. Guru hendaklah menciptakan suasana yang bisa memberikan semangat dan meningkatkan prestasi belajar siswa, termasuk memilih atau mengkombinasikan beberapa pendekatan pembelajaran dengan model pembelajaran. Salah satu usaha agar pembelajaran berkualitas adalah dengan penerapan PAKEM dengan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD.
Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD bisa meningkatkan hasil belajar siswa, dua diantaranya adalah siswa diorganisir dalam tim dan setiap tim akan mendapatkan perhargaan sesuai dengan kinerja anggota tim. Jika para siswa ingin agar timnya mendapatkan penghargaan, mereka harus membantu teman satu timnya untuk mempelajari materinya. Mereka harus mendukung teman satu timnya untuk bisa melakukan yang terbaik, menunjukan norma bahwa belajar itu penting, berharga dan menyenangkan. Para siswa bekerja sama setelah guru menyampaikan materi pelajaran. Mereka bekerja membandingkan, mendiskusikan setiap ketidaksesuaian, dan saling membantu satu sama lain jika ada yang salah. Mereka bekerja dengan teman satu timnya, menilai kekuatan dan kelemahan mereka untuk membantu mereka berhasil dalam kuis.
Menurut Sagala (2009) proses PAKEM adalah (1) peserta didik menjadi aktif dan kreatif, (2) guru sebagai fasilitator, (3) penerapan azas fleksibilitas, (4) persiapan guru matang, (5) multi interaksi, (6) latihan dan tugas yang intensif, dan (7) sumber belajar yang beragam
Secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut;(1) Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada learn to do. (2) Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, cocok dan sesuai dengan kemampuan siswa. (3) Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok. (4) Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan masalah, mengungkapkan gagasannya secara lisan atau tulisan.
Dengan perpaduan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan PAKEM maka akan terjadi proses belajar yang student center, hasil belajar siswa juga akan meningkat seiring dengan meningkatnya kemampuan siswa dalam menguasai materi.




Bagan sederhana Kooperatif tipe STAD dengan PAKEM
Koopertaif tipe STAD
PAKEM
Pembelajaran Aktif
 
Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
 
Fase-5
Evaluasi
 
Fase-3
Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar
 
Fase-2
Menyajikan informasi
 
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
 





























F.     Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah jika diterapkan pembelajaran PAKEM dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD  pada pembelajaran matematika, maka dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VII1 SMP Negeri 12 Pekanbaru pada materi pokok segiempat tahun pelajaran 2009/2010.
(Adalah judul skripsi Syef Harapit, Mahasiswa Prodi Matematika FKIP Universitas Riau : 2005 ) 

Dr. Syef Harapit: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN PENDEKATAN PAKEM UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII1 SMP NEGERI 12 PEKANBARU

Dr. Syef Harapit: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN PENDEKATAN PAKEM UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII1 SMP NEGERI 12 PEKANBARU

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN PENDEKATAN PAKEM UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII1 SMP NEGERI 12 PEKANBARU


BAB I
                     PENDAHULUAN                    

A.    Latar Belakang
Pendidikan sangat berperan penting dalam mengembangkan potensi dan membentuk manusia yang berkualitas, karena UU No.20 tahun 2003 mendefinisikan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam kurikulum pendidikan Indonesia, matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada jenjang dasar dan menengah. Matematika dinilai cukup memegang peranan penting dalam membentuk siswa yang berkualitas karena matematika merupakan suatu sarana yang mengutamakan berpikir secara logis dan sistematis.
Tujuan pembelajaran matematika di SMP/MTs adalah : (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan pemecahan masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006).
Dalam Permendiknas nomor 41 tahun 2007 dijelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang ber­langsung sepanjang hayat. Dalam proses tersebut diperlukan guru yang memberikan keteladanan, mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Implikasi dari prinsip ini adalah pergeseran paradigma proses pendidikan, yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Mengingat kebhinekaan budaya, keragaman latarbelakang dan karakteristik peserta didik, serta tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran harus fleksibel, bervariasi, dan memenuhi standar. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan guru matematika di SMP Negeri 12  Pekanbaru, proses pembelajaran hanya berlangsung satu arah, yaitu dari guru ke siswa. Dalam pelaksanaannya guru sering mengunakan metode ceramah dan belum melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan nilai yang didapat dari hasil ulangan siswa kelas VII1 semester ganjil tahun pelajaran 2009/2010 hasil belajar matematika umumnya masih rendah dan belum mencapai KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 60.  Hal ini dapat dilihat pada hasil ulangan pada materi garis dan sudut, dari 41 siswa hanya 28 siswa atau 68,29 % yang mencapai KKM.
Dari wawancara peneliti dengan siswa kelas VII1 SMP Negeri 12 Pekanbaru, sebagian siswa memiliki paradigma bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit untuk dipahami dan terkadang merupakan salah satu pelajaran yang membosankan. Ketika ditanya tentang cara guru mengajarkan materi matematika, sebagian besar siswa mengatakan  bahwa proses pengajaran yang terjadi adalah guru senantiasa secara langsung memberikan  materi pokok pelajaran, diselingi dengan membahas contoh soal dan siswa mengerjakan soal-soal tugas yang ada pada buku. Banyak faktor yang menyebabkan matematika dianggap pelajaran sulit, diantaranya adalah karakterisitik materi matematika yang bersifat abstrak, logis, sistematis, dan penuh dengan lambang-lambang dan rumus yang membingungkan.  Selain itu pengalaman belajar matematika bersama guru yang tidak menyenangkan atau guru yang membingungkan, turut membentuk sikap negatif siswa terhadap pelajaran matematika.
Ketika peneliti mengamati secara langsung proses belajar di kelas VII1   SMP  Negeri 12 Pekanbaru ditemui siswa yang tidak memperhatikan guru ketika guru menjelaskan di kelas, ada yang berbicara dengan teman sebangkunya, ada yang menulis pada buku dan ada juga yang melamun. Proses pembelajaran matematika sering dilakukan dengan aktivitas yang sama, kondisi seperti ini mengakibatkan perasaan bosan. Ketika perasaan bosan telah datang maka siswa akan sulit untuk memahami materi yang diajarkan dan akan malas dalam mengerjakan latihan yang diberikan karena kondisi yang terbaik untuk memahami suatu konsep matematika adalah dalam kondisi yang menyenangkan dan tanpa beban.
Secara umum proses pembelajaran yang terjadi adalah guru lebih dominan
berceramah, klasikal dan kurang variasi, media belum dimanfaatkan dengan optimal, tidak ada pajangan karya siswa, guru dan buku sebagai sumber belajar. 
Berdasarkan  hasil belajar matematika siswa materi garis dan sudut, pada semester genap kelas VII1 SMP Negeri 12 Pekanbaru diperoleh dari 42 siswa, siswa yang mencapai KKM hanya berjumlah 28 orang (68,29%) dan sisanya yang berjumlah 13 orang (31,71%) belum memcapai KKM. Penyebabnya adalah mereka sulit mengingat konsep-konsep yang telah dipelajari. Hal ini membuktikan bahwa tingkat retensi siswa rendah dalam belajar matematika dengan pembelajaran yang digunakan guru selama ini.
Guru telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah di atas, namun hasilnya kurang maksimal. Adapun usaha yang telah dilakukan guru yaitu dengan memberikan contoh-contoh soal, meminta siswa berdiskusi dengan teman sebangku dalam menyelesaikan latihan yang diberikan dan membahas PR yang dianggap sulit dikerjakan oleh siswa. Namun upaya ini belumlah meningkatkan hasil belajar siswa karena proses transformasi ilmu hanya terjadi antara dua orang siswa saja. Jika yang menjadi teman diskusinya adalah siswa yang bisa memahami persoalan matematika maka ini menjadi lebih baik. Tetapi bagaimana jika dalam mendiskusikan persoalan-persoalan matematika kedua siswa tidak memahaminya dengan baik. Dan inilah yang menjadi titik lemah jika proses diskusi hanya terbatas pada teman sebangku saja.  
Hasil belajar matematika siswa yang kurang memuaskan di SMP Negeri 12 Pekanbaru, menunjukkan bahwa masih diperlukan perbaikan dalam proses pembelajaran agar hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. Keberhasilan siswa tidak terlepas dari kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru, karena kualitas pembelajaran mempunyai hubungan berbanding lurus dengan hasil belajar siswa (Sudjana, 2000).
Peneliti ingin melakukan suatu perbaikan agar terjadi pembelajaran yang aktif, efektif, kreatif dan menyenangkan. Salah satu solusi yang penulis yakin dapat mengatasi permasalahan yang ada di kelas VII1 SMP Negeri 12 Pekanbaru adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan PAKEM.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada adanya aktifitas dan interaksi antara siswa untuk saling membantu dalam menguasai materi pembelajaran sampai tuntas. Untuk menjadikan pembelajaran lebih efektif, kreatif dan menyenangkan maka model pembelajaran kooperatif tipe STAD dipadukan dengan pendekatan PAKEM. PAKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Salah satu kelebihan penerapan model kooperatif tipe STAD dengan PAKEM adalah terdapatnya proses pembelajaran yang menyenangkan yang sangat berguna untuk menumbuhkan motivasi siswa. Sehingga siswa tidak hanya belajar di kelas saja, tetapi dengan munculnya perasaan senang belajar di kelas akan terbawa sampai di rumah.

B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar  belakang masalah yang dikemukakan diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan PAKEM dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VII1 SMP Negeri 12 Pekanbaru pada materi segiempat  semester genap tahun pelajaran 2009/2010?

C.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran sehinga dapat meningkatkan hasil belajar matematika dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pendekatan PAKEM pada materi Segiempat  di kelas VII1 SMP Negeri 12 Pekanbaru

D.    Manfaat Penelitian
1.      Bagi siswa, dengan diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan PAKEM diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VII1 SMP Negeri 12 Pekanbaru
2.      Bagi guru, dengan diterapkan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD dengan PAKEM dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam hal merancang model pembelajaran di SMP Negeri 12 Pekanbaru agar dapat mencapai hasil yang lebih baik.
3.      Bagi sekolah, untuk dijadikan salah satu bahan masukan dalam rangka meningkatkan dan memperbaiki kualitas pendidikan di SMP Negeri 12 Pekanbaru.
4.      Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan menjadi landasan berpijak dalam rangka menindaklanjuti penelitian ini dengan ruang lingkup yang lebih luas.

(Adalah judul skripsi Syef Harapit, Mahasiswa Prodi Matematika FKIP Universitas Riau : 2005 )